Tuesday, August 7, 2018

Tentram

Senin lalu dibulan Agustus 2018 sehabis subuh.
Saya ngobrol dengan Kang Prie GS, guru dan sahabat virtual saya dalam sesi kuliah paginya melalui live chat yang sedang dia gandrungi akhir akhir ini.

Sepotong kata dalam doanya yang menempel di saya. Ya Allah karuniailah aku dengan rasa syukur atas segala kenikmatan Mu, Tentramkanlah hidupku. Jangan jadikan segala rejeki dan kenikmatanMu membuatku kehilangan rasa "Tentram" ini.



Wiih… Tentram ini menjadi kalimat baru dalam doaku. Betapa tidak, ternyata semua yang kita kejar ujung ujungnya adalah rasa Tentram.
Disaat kita tidak tentram, seberapapun harta yang kita miliki, maka kita akan tetap beringas untuk melakukan segala cara untuk mendapatkan bagian lebih dari yang lain, mengeruk sedalam dalamnya apa yang bisa kita keruk, serta tak tenang jika pundi pundi kita terasa tak cukup.

Disaat uang kita cukup, biasanya akan ada ketenangan hati akan segala kemungkinan kejutan kebutuhan yang akan mengusik ketentraman kita.
Oleh karena itu, tak salah jika goal utama nya adalah "Tentram". Dengan demikian Tuhan akan mencukupkan kita dengan cadangan harta yang akan menentramkan sebagai efek samping doa tersebut. Atau kita juga akan berusaha menentramkan diri kita dan bersyukur dengan apapun yang kita punya.

Jadi, mari digali dan dikenali rasa "Tentram" ini.
Dimana mahluknya dan gimana cara meraihnya.
PR bersama.

Salam Tiwikrama

Perjalanan Singkat

Alkisah seorang 'Guru' bijaksana yang demikian terkenal dan kerap disambangi oleh berbondong orang dari pelosok negeri karena nasehat dan inspirasi yang diberikannya.

Pada suatu hari datanglah seorang sukses, kaya, dan sangat terkemuka menemui Guru tersebut.
Orang sukses ini memiliki hampir seluruh yang diinginkannya di dunia, kecuali sedikit relung kehampaan yang dirasakannya dewasa ini.

Setelah melalui berbagai usaha dan perjalanan berliku akhirnya duduklah dia di serambi rumah Sang Guru, menunggu beliau keluar dari biliknya.
Matanya menyapu seluruh ruang, memperhatikan setiap detil bertanya tanya dan mengagumi didalam hatinya. Bagaimana mungkin seseorang yang begitu terkenal akan kebijaksanaannya se antero negeri dapat hidup demikian sederhana.

Hanya empat kursi sederhana beserta meja, dan beberapa dekorasi lama yang terlihat dalam ruang tamu dan dinding rumah itu. Sebuah ranjang kayu tua terliat dari balik pintu sebuah kamar beserta lemari yang tak pula terlihat berukir sempurna.
Walaupun jauh dari kesan mewah, namun semua perabot rumah tersusun pada tempatnya, tertata rapi, bersih, serasi dan membawa aura yang sangat terasa menenangkan hati.

Lirih hembusan nafas orang kaya ini disaat merasakan suasana damai menyambut Sang Guru keluar dari ruang belakang rumahnya.
Dengan pakaian serba putih dan raut wajah tenang beliau menyambut tamunya dengan penuh persahabatan. Beberapa saat berlalu dengan obrolan pembukaan ringan, si kaya ini mulai berwajah serius ingin mencurahkan isi hatinya.
Tak kuasa ia memulai dengan satu pertanyaan, " Guru, saya merasakan kedamaian di rumah ini. Saya sangat kagum dengan Guru. Bagaimana Guru mencapai kedamaian dan kebahagiaan yang bisa saya rasakan ini? mohon maaf, sepintas saya memperhatikan kediaman Guru tak satu saya temui sebuah TV modern, perangkat elektronik, susunan buku yang berjajar, ataupun sekedar perabotan dan dekorasi rumah yang indah. Bagaimana Guru mencapai kedamaian dan kebahagian dunia ini?".

Sang Guru tersenyum dan membuka bibirnya. Bukan jawaban yang diberikan, melainkan pertanyaan lain yang terucap. "Anak muda, engkau terlihat demikian cerdas, terpelajar, sukses, dan tentunya memiliki banyak kegemaran. Dimana barang barang kegemaranmu, aku tak melihatnya?".
Orang kaya ini menjawab tersipu, " Terima kasih Guru, Alhamdulilah saya mampu memiliki banyak hal yang saya gemari dan impikan sejak kecil. Tentunya barang barang tersebut saya tinggal di rumah Guru. karena ukurannya yang besar besar, mobil pun saya tinggal di kaki bukit. Tak satupun saya bawa serta Guru, Saya hanya sedang dalam sebuah 'Perjalanan Singkat' ".

Sang Guru tersenyum dan menjawab "Anak Muda, bukankah kita semua ini hidup dalam sebuah 'Perjalanan Singkat'? "

Orang kaya tersebut terdiam dengan mata berkaca kaca, mendapatkan seluruh pelajaran hanya dalam satu kalimat pertama.



Wednesday, January 24, 2018

Pasir, Kerikil, dan Batu Besar


Baru saja dapat mail reminder dari Master Coach saya, Coach Yohannes G Pauly.
Analog cukup lama yang berulang saya baca, namun berulang juga kita abaikan.
Saya tulis kembali terutama untuk mengingatkan diri saya sendiri.















...pasir, kerikil dan batu besar

Ini adalah salah satu strategi terbaik untuk menjadi efektif di hari-hari anda di dalam bisnis dan kehidupan! 

Apakah anda merasa waktu begitu cepat sehari-hari, dan hampir setiap hari Anda merasa kurang efektif dalam menyelesaikan pekerjaan Anda?

Mari pelajari bahwa yang harus kita masukkan ke dalam gelas waktu kita haruslah berurutan dengan benar!

1. Batu Besar, adalah pekerjaan yang benar-benar penting dan prioritas dikerjakan di hari tersebut. Inilah yang harus dimasukkan pertama ke gelas waktu kita. ini yang harus dikerjakan pertama-tama dalam hari itu!

2. Kerikil, adalah pekerjaan yang juga penting namun skala prioritasnya bukan utama. Inilah urutan kedua yang harus kita masukkan ke gelas waktu Anda!

3. Pasir, adalah pekerjaan yang boleh kita masukkan ke gelas waktu Anda, hanya jika Batu Besar dan Kerikil sudah beres. Bisa jadi Anda bahkan tidak perlu mengerjakan pasir ini, karena ini adalah distraction dalam hidup Anda!

Apa yang justru sering terjadi?

Kita justru memasukkan pasir dahulu ke dalam gelas waktu kita, sehingga akhirnya Kerikil hanya bisa masuk sedikit saja, dan pastinya Batu Besar tidak bisa masuk sama sekali. Hari kita pun jadi tidak efektif. Pekerjaan yang paling penting dan prioritas justru tidak kita kerjakan dari awal!

Salam Hidup Produktif dan Bermanfaat