Sunday, August 31, 2014

ZF's First Movers

Well, I''m quite surprise knowing that I was nominated as #8th of ZF "First Mover" among shortlisted colleagues all over the world.
This program was meant to find the most suitable profile that match to company values, which somehow will inspire other to be proud as member of the world team.



The Top 5 nominee are unbelievable remarkable colleagues, what they did are extraordinary to their community or personal challenges.

 
And for me, I just share my hobby and interest in Art and Culture, as you can read below.

Its always a pleasure and proud to be a member of excellent team with ZF.
Happy '100 years Anniversary' ZF.

The Nation that doesnt Create, will only Consume



Baru minggu lalu, disaat kami sekeluarga melalui toll Jakarta-Tangerang, billboard Ikea sebuah hipermarket furniture raksasa asal swedia berdiri megahnya di kiri jalan toll.
“Asyiik... Ikea dah mau buka, nanti kita main kesana ya Pa..” lonjak Sekar anak bungsuku berteriak kegirangan. Selain karena hotdognya yang lezat, ada saja barang dekorasi dan keperluan rumah tangga dengan desain cantik yang menggoda karena murahnya.
Iya iya.. senyum kecutku, antara senang dan khawatir akan keberadaan serdadu baru di tanah air kita ini.
Bagaimana tidak, satu set tempat tidur untuk kamar anak dengan desain yang cantik dapat kuterka bakal dibandrol tak lebih dari 5juta. Iya, memang menguntungkan buat kita konsumen yang senantiasa hunting barang bagus dan murah, namun gimana nasib pak Sulin langganan tukang kayuku yg tak mampu menyelesaikan pekerjaan itu dalam 5-6 hari dengan harga bahan dan ongkos yang bersaing. Hampir dipastikan anaknya bakal tak dapat ikut karya wisata lagi tahun ini, karena iuran yg tak mampu ditebusnya.

Ya, saat yang dikawatirkan itu telah tiba. Negara ini telah memanen buah dari ke egoisan para elite yang memikirkan udelnya nya sendiri. Alih-alih mendorong bangsa ini untuk berkreasi dan bertarung dengan negara lain, terbuai kita dalam segala penundaan untuk mencipta sesuatu dengan daya saing tinggi. Alhasil, beribu serdadu ekonomi menyerang dan bersaing mengambil jatah kue di pasar bernama Indonesia. Tak hanya produk berteknologi tinggi yang masuk memenuhi kebutuhan kita, sandal, kopiah, sampai mie bakso pun tak tanggung tanggung turut menyikut pedagang lokal.
Gimana sekolah musik lokal gak kelabakan mencari murid, jika Yamaha raksasa alat musik jepang itu membuat sekolah musik hanya sekedar pelengkap bisnis utamanya dalam menjual alat musik. Digeber fasilitas mewah dengan uang kursus bulanan super murah pun mereka gak merasa rugi. Hehe... habis lah daya saing kita. Disaat duku harus melawan duren, gak bakal imbang pertandingannya.


Tergugah saya melihat grafik yang di share oleh Mas Handry Satriago CEO General Electric di Indonesia. Bahwa untuk perkara 'Inovasi',  Indonesia masih duduk di peringkat 25 di dunia. Top 3 dunia mudah ditebak US, Germany, dan Japan. Yang menarik lagi, saya baru tau jika pendorong inovasi terbesar di indonesia adalah UKM, StartUps, dan Individuals. Dalam hal ini termasuk mahasiswa.
Cukup melegakan mengetahui bahwa sekelompok pelajar dan usahawan muda cukup sadar dan berperan aktif dalam mendorong inovasi di indonesia. Namun pandangan pribadi saya menilai agak berbeda. Bagaimana besar efektifitas mereka dalam mendorong dan merubah haluan kapal tanker besar berbendera merah putih ini memasuki gelanggang yang tepat dan kecepatan berlayar yang cukup tinggi dalam mengejar posisi 5 besar dunia.


Jika memang kita harus keluar dari sekedar negara 'Consumes' menjadi negara 'Creates', diperlukan revolusi "Mental Engineering' yang 'terstruktur, sistematis dan masif' di seluruh generasi penerus bangsa (meminjam istilah Pak Prabowo nih..).
Mereka harus dirangsang, didorong, dipecut, tapi juga dihargai setinggi tingginya agar mau berlomba lomba untuk berfikir, berkreasi, dan mencipta inovasi-inovasi baru.
Engineering dalam hal ini hukan berarti melulu perkara teknologi yah. Tapi seluruh sektor. Dari tidak ada menjadi ada, dari lambat menjadi cepat, lemah menjadi kuat, gembrot menjadi ramping,  dan lain sebagainya.
Kecepatan mengurus KTP hilang dari 2 hari menjadi 20 menit adalah suatu inovasi efisiensi yang luar biasa menurut saya.

Bagaimana membangun "Mental Engineering" bangsa ini mampu berjalan cepat jika, pelaku bisnis kecil dan menengah serta mahasiswa yang hanya melakukannya.
Revolusi membutuhkan momentum yang lebih besar dari itu. Lingkungan sosial terkecil keluarga, sekolah, serta komunitas masyarakat, sebagai pelaku. Pemerintah dan perusahaan-perusahaan raksasa sebagai mesin pendorong dan fasilitatornya. Itu baru mantab dan nendang.


Kita melulu menyalahkan pemimpin dalam segala ketertinggalan kita dibanding negara lain, lalu duduk berdiam diri tak melakukan apa-apa. Ya, itu terjadi juga.
Namun disaat segelintir Individuals dan UKM telah unjuk diri untuk melakukan perannya, siapa lagi yang punya kekuatan untuk me "Leverage" dan membuatnya menjadi gerakan semesta? Tetap pemerintah dan pemimpin. Mereka harus jeli melihat sesuatu yang positif dan mengembankannya, mereka juga harus teliti melihat potensi perpecahan, mengarungi serta menembak di tempat.
Sebagai pemimpin, Itu aturan permainannya. Kalo bernafsu menjadi petinju tapi gak pernah mau ditinju, yaah... ke laut aja deh.

Negara didepan persimpangan jalan. Apakah kita mau menjadi negara Inovasi, meng'create' sesuatu, dan ramai-ramai tawuran menyerang dunia?
Ataukah kita senang menjadi anak gemuk manja yang gak bisa berdiri karena dijejali berbagai kue, permen, dan manisan, sebagai negara konsumsi yang tetap tak sadar dompet menipis dan mengering tinggal digoreng jadi kerupuk kulit, pait, mambu, dipangan ora enak... hosh hosh.. tarik napas.

Monggo Pak Supir, kendali di tangan anda.