Tuesday, June 21, 2016

Debat Kusir

"Jika kamu ingin berdebat dengan orang bodoh, maka kamu harus menurunkan tingkat kecerdasan kamu beberapa level, agar perdebatan tersebut menjadi sepadan. Namun jangan sekali kali kamu berpikir dapat memenangkan perdebatan tersebut, karena dia telah lama berpengalaman di posisinya".

Haha.. statement menggelitik dari Cak Nun yang kukutip diatas sebetulnya bukan lelucon semata. Semakin kurenungkan dalam-dalam, semakin ku menyadari betapa sering tak kuasanya kita menahan ego untuk membalas statement dan komentar 'bodoh' yang marak di media sosial, bahkan di whatsap grup teman lama kita.
Ada saja si 'pintar' yang berkoar koar bak pengamat politik atau ahli agama karbitan.  Tak sedikit pula yang hanya sekedar copy paste biar terlihat 'eksis'.

Ada perdebatan produktif, tapi tak sedikit pula yang mutar-muter menjadi perdebatan kusir tak berpangkal ujung. Kenapa lagi nih pak kusir yang gak tau apa-apa jadi korban. Maaf ya pak..
Tapi, benar juga sih istilah diatas. Dengan menanggapi debat panjang yang tak tau rimbanya, serta menanggapi ocehan pedas bagai pecut cemeti, tak sengaja moncong kita memancung dan  kuping kita memanjang bagaikan keledai pak kusir yang terikat hidung dan tertutup matanya.
Debat Produktif memerlukan tingkat intelegensia dan kematangan emosi yang berbeda. Dibutuhkan akrobat perspektif untuk melihat suatu masalah serta sudut pandang yang terbalik dalam menguji dan menantang lawan bicara.
Lawan dalam sebuah perdebatan, sejatinya merupakan sahabat dalam berdiskusi dan bertukar pikiran.
Disaat argumen tak lagi dapat dipatahkan, kepuasan tak terkira bagi kedua pihak untuk mencapai suatu kesepakatan baru yang memperkaya wawasan.

Masihkah anda terpancing menanggapi hujan statement yang memerahkan telinga dan memompa adrenalin dari para pahlawan dadakan tersebut?
Baiknya dicerna dan dicermati di posisi mana dia berdiri. Si Kusir, atau si Kaya teman berbagi fikir dan rasa.  Tahan deh... mending senyum dan tertawa saja.